Dalam mewujudkan cita-cita menuju Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA), maka kesiapan masyarakat Indonesia menjadi
sangat penting. Hal ini mengingat bahwa masyarakat di kawasan
ASEAN setelah tahun 2015 akan menjadi suatu kesatuan, dan
menuju pada suatu era baru kehidupan globalisasi. Para pemimpin
ASEAN sepakat untuk mentransformasi ASEAN menjadi suatu
kawasan yang ditandai oleh pergerakan yang lebih bebas untuk
barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil dan arus modal.
Dengan mempertimbangkan pentingnya perdagangan
eksternal bagi ASEAN dan kebutuhan masyarakat ASEAN secara
keseluruhan untuk tetap berpandangan terbuka, maka MEA
memiliki karakteristik utama yang terdiri dari 4 pilar yaitu: 1.
Pasar tunggal dan basis produksi; 2. Kawasan ekonomi yang
berdaya saing tinggi; 3. Kawasan pengembangan ekonomi yang
merata; dan 4. Kawasan yang secara penuh terintegrasi ke dalam
perekonomian global. Perwujudan kawasan ekonomi yang stabil,
makmur, dan mempunyai daya saing tinggi merupakan tujuan
dari integrasi ekonomi ASEAN dalam bentuk MEA tersebut.
Sesuai pilar ke III, ASEAN telah menguraikan kerangka kerja
untuk pengembangan UKM di kawasan dalam ASEAN Policy
Blueprint for SME Development 2004-2014. Menurut I Gusti Agung
Wesaka Puja, Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN, Kementerian
Luar Negeri RI, tujuan dari diciptakannya ASEAN Policy Blueprint
for SME Development 2004-2014 adalah:
1. Mempercepat pembangunan UKM dan mengoptimalkan
keanakeragaman di negara anggota ASEAN.
2. Meningkatkan daya saing dan dinamika UKM ASEAN
dengan memfasilitasi akses terhadap informasi, pasar,
pengembangan SDM, ketrampilan, pendanaan dan
teknologi.
3. Memperkuat daya saing UKM ASEAN dalam mengatasi
kesulitan ekonomi makro dan keuangan, serta tantangan
dalam iklim perdagangan yang lebih besar.
4. Meningkatkan kontribusi UKM dalam pertumbuhan
ekonomi secara menyeluruh dan pembangunan ASEAN
sebagai satu kawasan.
Buku yang ditulis oleh Humphrey Wangke, Adirini Pujayanti
dan Lisbet ini merupakan hasil penelitian ketiga peneliti
tersebut
tentang peluang dan daya saing ekonomi kreatif Indonesia dalam
kerangka implementasi MEA. Meskipun masih banyak persoalan
dan tantangan yang harus dihadapi tetapi hasil penelitian
ini memperlihatkan kesiapan Indonesia dalam menyambut
dimulainya era baru di kawasan Asia Tenggara dengan
terbentuknya MEA. Indikasinya adalah masing-masing kabupaten,
penelitian dilakukan di Buleleng dan Banyuwangi, telah didorong
untuk berinovasi mempercepat proses pembangunan melalui
pengembangan ekonomi kreatif. Masyarakat menyambut
pengembangan ekonomi kreatif ini karena terkait dengan kultur.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lisbet memperlihatkan
bahwa sektor pariwisata mempunyai peran yang signifikan dalam
mengembangkan ekonomi kreatif di ASEAN. Ekonomi kreatif dapat
menjadi salah satu kunci bagi industri pariwisata dalam mencapai
sasarannya, seperti peningkatan jumlah kunjungan wisatawan
mancanegara, dan peningkatan jumlah penerimaan devisa dari
wisatawan mancanegara. Sebagai contoh semakin spesifik dan
kreatif produk-produk kerajinan (handicraft, kain tenun, ukiran)
yang ditawarkan oleh sebuah wilayah tujuan wisata, maka akan
semakin menarik calon wisatawan berkunjung ke daerah tersebut
dan membelinya sebagai souvenir. Selain itu, penggabungan
ekonomi kreatif ke dalam pariwisata
semakin menunjukkan beragamnya produk perekonomian
Indonesia yang berbasis kultur ataupun teknologi. Dari sisi
industri
pariwisata, semakin meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan,
maka akan semakin meningkat pula perekonomian di daerah
tujuan wisata tersebut. Ekonomi kreatif digerakkan oleh industri
kreatif yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan
serta bakat individu sehingga meberikan kesejahteraan serta
lapangan pekerjaan. Kepariwisataan dan ekonomi kreatif memiliki
bidang usaha masing-masing tetapi pada dasarnya kelompok
usaha di kedua sektor ini memiliki keterkaitan dan saling
mendukung serta memperkuat keberadaan usaha itu sendiri.
Sementara itu hasil penelitian Adirini Pujayanti menunjukkan
bahwa ekonomi kreatif tidak hanya berkaitan dengan penciptaan
nilai tambah secara ekonomi, tetapi juga penciptaan nilai tambah
secara sosial, budaya, dan lingkungan. Kekayaan alam, budaya,
dan manusia Indonesia dapat menghasilkan potensi besar ketika
digabungkan dengan kreativitas sehingga dapat memberikan
kontribusi tidak hanya terhadap perekonomian nasional, tetapi
juga dalam penguatan citra dan identitas bangsa. Produk ekonomi
kreatif mampu menjadi branding nasional Indonesia yang dapat
menarik perhatian dan mempengaruhi publik di luar negeri
untuk datang dan membeli produk dimaksud. Dalam industri ini
ada penguatan produk-produk lokal, dan secara eksternal akan
memunculkan kekuatan Indonesia melalui nilai-nilai budaya,
kearifan lokal, dan pariwisata.
Dalam upaya membangun branding nasional melalui
diplomasi publik, dukungan aktor-aktor internasional sangat
diperlukan. Di era globalisasi saat ini, pemerintah tidak dapat
lagi mengatur semua urusan dan permasalahan sebagai respons
dari isu domestik dan internasional tanpa melibatkan aktor
internasional. Diplomasi publik merupakan satu jalan penting