Filosofi dibentuknya daerah otonom yaitu sebagai bentuk pengakuan dan
pemberian hak oleh negara kepada suatu kelompok masyarakat (locality) untuk
mengatur dan mengurus dirinya sendiri terhadap urusan tertentu. Hal ini karena
pembentukan daerah otonom tersebut merupakan pemberian hak kepada
sekelompok masyarakat untuk mengelola sendiri kehidupan bersamanya yang
dapat berbeda dengan kelompok masyarakat lainnya dalam suatu negara, maka
penetapan dan pembentukan daerah otonom tersebut memerlukan kesepakatan
antar warga negara, sehingga penetapan dan pembentukannya harus dilakukan
dan disepakati oleh rakyat negara melalui perwakilannya di parlemen, karena
itulah pembentukan daerah otonom pada umumnya ditetapkan dengan undang-
undang yang dibuat oleh lembaga perwakilan rakyat. Di Indonesia, hal tersebut
ditegaskan dalam Pasal 18 ayat (1) Undang- Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) yang menyatakan “Negara
Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah- daerah provinsi dan daerah
provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten,
dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-
undang.” Selanjutnya pada saat pemerintahan negara membentuk suatu daerah
otonom, maka pada saat itu pula ditentukan batas wilayahnya, urusan bersama
(urusan pemerintahan) yang diserahkan untuk dikelola sendiri, sumber
pendapatan yang diserahkan, dan aspek pengelolaan pemerintahan lainnya.
Dengan demikian, desain pengaturan mengenai daerah otonom seharusnya
tidak terbatas pada pengaturan yang bersifat administratif saja, melainkan juga
membuka ruang bagi tiap daerah untuk mengurus daerahnya sesuai dengan
nilai yang diyakini oleh masyarakatnya dan juga mengurus daerahnya sesuai
dengan potensi daerah untuk meningkatkan kesejahteraan daerahnya. Sebagai
sebuah daerah otonom, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) belum diatur
dengan undang-undang tersendiri sebagaimana ditegaskan Pasal 18 ayat (1)
UUD NRI Tahun 1945. Dasar hukum pembentukan Provinsi NTT saat ini masih
berdasarkan Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan
Daerah-Daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur
(UU tentang Bali, NTB, dan NTT). Selanjutnya ditetapkan pula Undang-Undang
Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah- daerah Tingkat II Dalam
Wilayah Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara
Timur. UU tentang Bali, NTB, dan NTT dibentuk pada saat negara Indonesia
dalam bentuk Negara Republik Indonesia Serikat (RIS) serta berdasarkan
konstitusi Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 (UUDS Tahun 1950)
dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan
Daerah (UU tentang Pokok Pemda Tahun 1957). Berdasarkan Dekrit Presiden 5
Juli 1959, UUDS Tahun 1950 menjadi tidak berlaku dan berlaku kembali UUD
NRI Tahun 1945. Demikian pula UU tentang Pokok Pemda Tahun 1957 sudah
tidak berlaku lagi dan telah digantikan dengan Undang-Undang Nomor 18
Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (UU tentang
Pemda Tahun 1999), Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008, dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU tentang Pemda Tahun 2014)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang
Nomor 9 Tahun 2015. Dengan demikian dasar hukum pembentukan UU tentang
Bali, NTB, dan NTT sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) saat ini. UU tentang Bali, NTB, dan NTT terkait dengan
konsep otonomi daerah, mengacu pada sistem otonomi riil/nyata (Penjelasan
umum UU tentang Pokok Pemda Tahun 1957) karena saat itu pula belum
mengenal konsep otonomi daerah, apalagi otonomi luas yang baru muncul sejak
berlakunya UU tentang Pemda Tahun 1999. Saat ini Indonesia sudah dalam
bentuk NKRI dengan konstitusi UUD NRI Tahun 1945, sistem pemerintahan
presidensiil serta urusan pemerintahan daerah dan otonomi daerah mengacu
pada UU tentang Pemda Tahun 2014 sebagaimana diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015. Selain itu ada pula hal yang tidak sejalan
dengan konsep otonomi daerah pada saat ini, misal dari segi judul UU tentang
Bali, NTB, dan NTT masih menggunakan nomenklatur Daerah Tingkat I, padahal
sejak diberlakukannya UU tentang Pemda Tahun 1999 nomenklatur tersebut
sudah tidak digunakan lagi dan diganti dengan istilah Provinsi. Hal ini sesuai
dengan kondisi saat ini yang telah terjadi perubahan paradigma dalam
kehidupan politik dan sistem ketatanegaraan di Indonesia yaitu dari sistem
otoritarian kepada sistem demokrasi dan dari sistem sentralisasi ke sistem
desentralisasi. UU tentang Bali, NTB, dan NTT telah berlaku lebih dari 60 (enam
puluh) tahun. Akan tetapi, UU tentang Bali, NTB, dan NTT belum dapat
menyelesaikan sejumlah permasalahan yang dihadapi oleh Provinsi NTT. Hal ini
karena pengaturan Provinsi NTT dalam UU tentang Bali, NTB, dan NTT hanya
bersifat administratif. UU tentang Bali, NTB, dan NTT tidak memberi kerangka
hukum pembangunan Provinsi NTT secara utuh sesuai potensi daerah dan
karakteristik sehingga tidak mengakomodasi kebutuhan perkembangan zaman
dalam pembangunan Provinsi NTT. Kondisi Provinsi NTT saat ini antara lain
masih tingginya kemiskinan, tingkat pendidikan masih kurang, tingkat
perekonomian masih rendah, dan banyak permasalahan di wilayah pesisir
kepulauan dan perbatasan. Selain itu, potensi daerah belum dimanfaatkan
secara optimal padahal Provinsi NTT merupakan wilayah kepulauan yang kaya
akan sumber daya kelautan dan perikanan, seharusnya perlu ditingkatkan
pemanfaatan, pengelolaan, dan pembangunan sumber daya kelautan terebsut
demi meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat Provinsi NTT.
Potensi daerah yang juga perlu diperhatikan dan dikembangkan lagi yaitu kain
tenun, ada kain tenun khas Sumba, khas Rote, khas Timor Tengah Selatan, dan
khas Manggarai. Provinsi NTT pun menjadi daya tarik wisatawan domestik
maupun mancanegara karena potensi keindahan alam, adat dan kebudayaannya.
Wisata alam di Provinsi NTT yang terkenal antara lain Pulau Komodo, Labuan
Bajo, Danau Kelimutu, Pantai Batu Biru, dan Air Terjun Oenesu. Selain wisata
alam, ada banyak adat dan kebudayaan di NTT yang menjadi kekhasan dan
menarik wisatawan seperti ritual adat, atraksi budaya, upacara adat, dll.
Pembangunan pariwisata juga harus menjadi perhatian dalam pembangunan
Provinsi NTT untuk meningkatkan pendapatan asli daerah dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut sepatutnya menuntut Provinsi NTT
untuk bergerak cepat membangun daerahnya, namun dengan tidak
meninggalkan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Untuk mewujudkan hal
tersebut, pengaturan mengenai Provinsi NTT tidak boleh lagi bersifat kaku yang
hanya menekankan pada hal-hal yang bersifat administratif saja, melainkan
harus diberi ruang untuk dapat mengurus dirinya sendiri sesuai dengan potensi
daerah dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Selain berdasarkan uraian
tersebut, saat ini RUU tentang Provinsi NTT termasuk dalam Rancangan
Undang-Undang Kumulatif Terbuka yang masuk dalam Daftar Program Legislasi
Nasional (Prolegnas) Tahun 2020. Berdasarkan Surat Nomor
LG/075/KOM.II/VIII/2020 tertanggal 25 Agustus 2020, Komisi II DPR RI
meminta Badan Keahlian DPR RI untuk menyusun Naskah Akademik dan Draf
RUU 12 (dua belas) provinsi, salah satunya yaitu RUU tentang Provinsi NTT.
Provinsi tersebut masih diatur dalam satu undang- undang yang mengatur
pembentukan beberapa provinsi dan masih berdasarkan UUDS Tahun 1950. UU
tentang Bali, NTB, dan NTT tidak hanya mengatur Provinsi NTT saja, namun juga
mencakup Provinsi Bali dan Provinsi NTB. Masing-masing provinsi perlu diatur
dalam undang-undang yang terpisah. Pengaturan mengenai Provinsi NTT perlu
diatur dalam undang- undang tersendiri untuk menyelesaikan permasalahan
yang dihadapi oleh Provinsi NTT dan untuk menyesuaikan ketentuan yang
terdapat dalam UU tentang Bali, NTB, dan NTT yang berkaitan dengan Provinsi
NTT dengan peraturan perundang-undangan lainnya terutama dengan UUD NRI
Tahun 1945 dan UU tentang Pemda Tahun 2014 dengan tanpa mengurangi
kekhususan Provinsi NTT. Oleh karena itu perlu disusun RUU tentang Provinsi
NTT.