Kajian APBN
Perancangan Undang-Undang
Pemantauan Undang-Undang
Penelitian
Akuntabilitas APBN

Produk Badan Keahlian,
Semua Dalam Satu Tempat

Temukan berbagai publikasi dokumen dari Badan Keahlian DPR RI mengenai Laporan Kerja, APBN, Rancangan UU, Jurnal dan lainnya.

Perancangan Undang-Undang

Analisis dan Evaluasi Undang-Undang Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi: Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
Analisis dan Evaluasi Undang-Undang Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi: Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
Tanggal
2021-06-14
Tim Penyusun
No Author

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Ototritas Jasa Keuangan dalam kurun waktu 9 (sembilan) tahun (2011-2020) keberlakuannya telah beberapa kali dilakukan uji materiil terhadap beberapa pasal/ayat dalam UU OJK ke Mahkamah Konstitusi. Dalam kurun waktu keberlakuannya tersebut, terdapat 1 (satu) putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan sebagian dari beberapa pasal yang diuji, yaitu Putusan Nomor 25/PUU-XII/2014. Adapun pasal-pasal yang diuji diantaranya Pasal 1 angka 1, Pasal 5, Pasal 34 dan Pasal 37 ayat (1) sampai dengan ayat (4) serta frasa “tugas pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan” sebagaimana termaktub dalam ketentuan Pasal 6 huruf a, Pasal 7, Pasal 55 ayat (2), Pasal 64 ayat (1) huruf b, Pasal 65 ayat (1) huruf a dan Pasal 66 ayat (1) huruf a dan ayat (3) huruf a UU OJK yang dianggap bertentangan dengan Pasal 23 ayat (1), Pasal 23A, Pasal 23D, Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945. Namun dari beberapa pasal tersebut hanya terdapat 1 (satu) pasal yang dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi yaitu pada frasa “dan bebas dari campur tangan pihak lain” pada Pasal 1 angka 1 UU OJK.

-

1. Terhadap Pasal 1 angka 1 UU OJK perlu dilakukan reformasi ulang akibat dari adanya Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Nomor 25/PUU-XII/2014. Reformasi ulang tersebut juga dilakukan terhadap Pasal 2 ayat (2) UU OJK yang juga merumuskan kata “independen” yang diikuti dengan frasa “bebas dari campur tangan pihak lain” 2. Keharusan pembentuk undang-undang untuk segera menindaklanjuti hasil putusan Mahkamah Konstitusi sesuai dengan amanat dari ketentuan Pasal 10 ayat (1) huruf d UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. 3. Perubahan terhadap UU OJK dituangkan dalam rencana perubahan UU OJK baik sebagai daftar kumulatif terbuka maupun dalam prolegnas prioritas tahunan.
Analisis dan Evaluasi Undang-Undang Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi: Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris Jo. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi
Analisis dan Evaluasi Undang-Undang Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi: Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris Jo. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi
Tanggal
2021-06-14
Tim Penyusun
No Author

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UU Jabatan Notaris) telah beberapa kali diujikan ke Mahkamah Konstitusi, dan terdapat satu putusan yang telah dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi, yaitu Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-X/2012.

-

1. Berdasarkan Putusan MK No. 22/PUU-XVII/2019, MK memiliki menggunakan pertimbangan hukum yang berbeda sehingga tetap mempertahankan dan memperkuat ketentuan Pasal 66 UU Perubahan Jabatan Notaris yang dibentuk oleh Pembentuk UU. Namun dalam praktiknya, terdapat hambatan yang dialami oleh beberapa pihak, khususnya oleh penegak hukum yang merasa dirugikan hak konstitusionalnya dalam menjalankan tugas dan fungsi jabatannya untuk melakukan kepentingan proses peradilan. Hal ini juga terbukti bahwa hingga saat ini masih terdapat Permohonan Pengujian Materiil UU Perubahan Jabatan Notaris yang belum diputuskan oleh MK, yaitu Perkara Nomor: 16/PUU-XVIII/2020 yang kembali mengajukan permohonan terkait Pasal 66 ayat (1) UU Perubahan Jabatan Notaris. Oleh karena itu, perlu dilakukan sosialisasi oleh Pembentuk UU bahwa UU Perubahan Jabatan Notaris telah sesuai dengan Putusan MK No. 49/PUU-X/2012, dengan tetap memperhatikan adanya penambahan ketentuan Pasal 66 ayat (3) dan ayat (4) UU Perubahan Jabatan Notaris. 2. Bahwa diperlukan pemahaman utuh semua pihak, baik dari penyidik, penuntut umum, hakim, Notaris, dan masyarakat untuk melaksanakan masing-masing tugas dan wewenangnya, serta memenuhi hak dan kewajibannya dengan baik agar proses penegakan hukum tetap berjalan dengan adil. 3. Bahwa dalam pelaksanaanya Notaris harus bekerja sesuai kode etik dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, dengan adanya perubahan Pasal 66 dan penambahan ayat (3) dan ayat (4) UU Perubahan Jabatan Notaris, maka proses peradilan berlarut diharapkan tidak akan terjadi lagi. Diperlukan objektivitas dan profesionalitas Majelis Kehormatan Notaris dalam menjalankan tugasnya.