Pelaksanaan UU Sisdiknas sejak tahun 2003, terdapat permasalahan dalam implementasinya, antara lain:
a. Aspek Substansi Hukum
- Perlu adanya perubahan ataupun diatur lebih jelas pada beberapa ketentuan pasal didalam UU Sisdiknas yaitu Pasal 1 angka 11, Pasal 1 angka 12, Pasal 6 ayat (1), Pasal 6 ayat (2), Pasal 7 ayat (2), Pasal 11 ayat (2), Pasal 12 ayat (1), Pasal 14, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 24 ayat (3), Pasal 26 ayat (1), Pasal 26 ayat (3), Pasal 27 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), Penjelasan Pasal 28 ayat (1), Pasal 28 ayat (3), Pasal 29, Pasal 30 ayat (3), Pasal 31, Pasal 32 ayat (1), Pasal 32 ayat (2), Pasal 34 ayat (1), Pasal 34 ayat (2), Pasal 41 ayat (2), Pasal 44, Pasal 46 ayat (1), Pasal 48 ayat (1), Pasal 49 ayat (1), Pasal 50 ayat (3), Pasal 50 ayat (4) dan (5), Penjelasan Pasal 53 ayat (1), Pasal 54 ayat (2), Penjelasan Pasal 55 ayat (4), Pasal 58 ayat (2), Pasal 61.
- Adanya perubahan dalam UU Pemda terkait kewenangan pengelolaan pendidikan, maka ketentuan dalam UU Sisdiknas harus diubah untuk menyesuaikan dengan ketentuan tersebut.
- Didalam UU Sisdiknas belum adanya pengaturan mengenai perlindungan kepada peserta didik dan pendidik serta tenaga kependidikan dalam penyelenggaraan pendidikan nasional.
- Adanya putusan-putusan MK yang membatalkan beberapa ketentuan dalam UU Sisdiknas dan mengubah ketentuan dan penafsirannya, maka ketentuan pasal UU Sisdiknas harus disesuaikan dengan putusan MK tersebut.
b. Aspek Kelembagaan/Struktur Hukum
- Adanya pengaruh politisasi dunia pendidikan di daerah ysmg mengakibatkan program-program yang terkait dengan dunia pendidikan seakan tidak mampu dilaksanakan, sehingga hal ini perlu diperhatikan oleh Pemerintah dalam upaya penyelamatan pendidikan nasional. Penyelenggaraan pendidikan belum berkeadilan dan belum dilaksanakan secara nondiskriminasi.
- Adanya dikotomi pendidikan antara jalur pendidikan formal dan nonformal khususnya dalam penyelenggaraan PAUD menimbulkan permasalahan dalam perlakuan terhadap satuan pendidikan, pemenuhan hak-hak pendidik dan tenaga kependidikan juga pendanaan satuan pendidikan. Posisi PAUD sebagai pendidikan formal perlu diatur dengan jelas dalam UU Sisdiknas.
- Dalam praktek terdapat permasalahan sistem pendidikan nasional, antara lain:
• kompetensi pendidik yang tidak sesuai dengan kualifikasi yang ditentukan oleh standar nasional Pendidikan
• pendidikan berbasis keagamaan lebih banyak dibandingkan dengan pendidikan formal. Penarikan guru pegawai negeri di sekolah berbasis keagamaan akan menyulitkan penyelenggaraan pendidikan karena keterbatasan jumlah pendidik
• terdapat kesenjangan jumlah guru yang berdampak pada mutu pendidikan sistem pendidikan nasional yang akan semakin menurun
• Perekrutan dan pendistribusian guru agama disekolah umum dilakukan oleh Pemerintah Daerah tanpa melakukan koordinasi dengan Kanwil Kementrian Agama
• Adanya ketimpangan antara guru pegawai negeri dan guru honorer, di Provinsi Jawa Timur juga terjadi hal demikian yaitu guru honorer pada pesantren dan swasta yang sampai saat ini gaji dan pendapatannya masih dibawah upah minimum regional serta jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kesehatan yang diberikan pun belum memadai.
- Terdapat permasalahan mengenai implementasi Standarisasi Nasional Pendidikan (SNP) yaitu terdapat kesenjangan yang cukup jauh antara sekolah negeri dan swasta, seperti yang terjadi di Jambi, di mana jumlah peserta didik pada sekolah negeri melebihi kapasitas (minat masyarakat cenderung ke sekolah negeri), sementara untuk sekolah swasta justru tidak terlalu banyak peminat. Hal ini menyebabkan ketimpangan antara jumlah ruang kelas dan jumlah peserta didik yang tidak memenuhi standar nasional Pendidikan.
- Kebijakan yang belum taat regulasi oleh Pemerintah daerah (NTT) antara lain menyalahi regulasi terkait: a. Kebijakan belum berorientasi pada pemenuhan delapan Standar Nasional Pendidikan (SNP); b. Kebijakan dalam pola kepemimpinan di tingkat dinas dan sekolah belum mengedepankan kepemimpinan pembelajaran.
c. Aspek Sarana dan Prasarana
- Ketentuan dalam permendikbud yang mengatur tentang sarana dan prasarana pada satuan pendidikan belum mengadobsi keragaman daerah, kondisi topografi wilayah dan kemampuan lahan satuan Pendidikan
- Kendala dalam pelaksanaan revitalisasi sarana prasarana pendidikan di tingkat SMA/SMK di Jawa Timur yaitu terletak pada kurangnya anggaran, yang menyebabkan belum bisa dilakukan secara merata diseluruh sekolah SMA/SMK di Jawa Timur
- Terkait dengan sarana prasarana penunjang Pendidikan terdapat permasalahan terkait pengelolaan dana BOS di Provinsi Sulawesi Selatan yang dibayar per tiga bulan, sehingga dalam pemenuhan sarana prasarana banyak sekolah yang hutang di toko yang menjual alat tulis
- Di Provinsi NTT, sarana dan prasarana pendidikan berada dibawah standar yang layak. Ruang belajar yang tidak layak, perpustakaan sekolah/kampus kurang berfungsi karena sumber belajar tidak up to date sesuai tuntutan kurikulum
- Terdapat kendala pada sarana dan prasarana Pendidikan khusus yaitu para peserta didik difabel belum mendapatkan kemudahan dalam mengakses Pendidikan (khususnya di Kota Jambi)
d. Aspek Pendanaan
- Masih belum efektifnya pengalokasian APBD karena Provinsi dan Kabupaten/Kota mengalokasikan APBD-nya kurang dari 20% untuk dana pendidikan yang bahkan jauh lebih kecil dari ketentuan 20% tersebut.
- Adanya permasalahan dalam tanggungjawab pendanaan pendidikan. Pertama, adanya perbedaan persepsi Pemda atas angka 20% merupakan angka total dana yang ada untuk pendidikan, baik alokasi APBD maupun dana transfer. Kedua, komitmen kepala daerah menjadi faktor penentu dalam mewujudkan peningkatan mutu pendidikan di daerahnya oleh karena perbedaan karakteristik kebutuhan daerah diperhadapkan oleh keterbatasan PAD sehingga sebagian besar Pemda belum memberikan prioritas alokasi anggaran pendidikan 20 % tersebut
e. Aspek Budaya Hukum
Peran serta masyarakat sudah diatur secara jelas didalam UU Sisdiknas, baik dalam pengelolaan, pengawasan dan penggunaan hasil-hasil pendidikan