1. ASPEK SUBSTANSI HUKUM
a. Perlu diberikan penambahan rumusan mengenai standar minimal rumah layak huni dan sehat dalam revisi UU Perumahan dan Kawasan Permukiman dengan memberikan amanat pengaturan teknis melalui peraturan pelaksana terkait kriteria antara lain luasan minimal, jumlah maksimal penghuni, faktor kelayakan dan kesehatan yang harus dipenuhi oleh penyelenggara perumahan dengan tetap mempertimbangkan keterjangkauan daya beli masyarakat yang berbeda-beda.
b. Perlu diberikan kejelasan rumusan terhadap definisi MBR yang diatur dalam Pasal 1 angka 24 UU Perumahan dan Kawasan Permukiman dengan penambahan pengertian dalam rumusan revisi UU Perumahan dan Kawasan Permukiman, yaitu mencakup masyarakat berpenghasilan tidak tetap, masyarakat miskin, dan diberikan amanat pengaturan teknis melalui peraturan pelaksana terkait penambahan kriteria utama MBR yang mencakup antara lain jenis pekerjaan, besaran penghasilan atau upah minimum, jumlah anggota keluarga, dan lokasi tinggal. Selanjutnya juga perlu diatur mengenai keberlakuan kriteria yang telah ditetapkan dengan mempertimbangkan karakteristik/ kondisi upah minimum daerah yang berbeda-beda.
c. Perlu sinkronisasi dan harmonisasi aturan dalam UU Perumahan dan Kawasan Permukiman dengan UU Pemerintahan Daerah terkait pembagian tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota agar dapat memberikan kepastian hukum bagi pemangku kepentingan penyelenggara perumahan dan kawasan permukiman di pusat maupun daerah.
d. Definisi Rumah Swadaya yang diatur dalam Pasal 1 angka 9 UU Perumahan dan Kawasan Permukiman memerlukan penambahan pengertian dalam rumusannya, yaitu penambahan rumusan termasuk rumah yang dibangun oleh MBR, sehingga selaras dengan pengaturan bantuan kemudahan dari pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah berupa stimulan rumah swadaya bagi MBR.
e. Pengaturan konsep dan persyaratan komposisi atas Hunian Berimbang yang diatur dalam Pasal 34 sampai dengan Pasal 37 UU Perumahan dan Kawasan Permukiman perlu diselaraskan kembali dengan kemampuan pelaksanaan teknisnya di seluruh daerah yang memiki karakteristik lahan berbeda dan konsep sosial budaya masyarakat perkotaan yang masih mengutamakan strata.
f. Perlu segera ditetapkan peraturan pemerintah sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 51 ayat (3) UU Perumahan dan Kawasan Permukiman dengan memberikan pengaturan teknis terkait kriteria penghuni rumah negara, batas waktu penghunian rumah negara, dan mekanisme pengembalian hak kepada negara pada saat pejabat atau pegawai negeri yang menghuni sudah pensiun atau tidak lagi menjalankan kedinasannya, sesuai dengan aturan Pasal 51 ayat (1) dan ayat (2) UU Perumahan dan Kawasan Permukiman.
g. Perlu diberikan pengaturan pembatasan kepemilikan rumah dengan menambahkan batas maksimal kepemilikan rumah berdasarkan luas atau jumlah, kriteria pemilikan rumah, dan/atau pemberian disinsentif berupa pajak progresif atas pemilikan rumah kedua dan selanjutnya.
h. Perlu diberikan penambahan pengaturan mengenai rumah terlantar dengan memberikan kriteria rumah terlantar, mekanisme penyerahan sebagai asset kepada pemerintah daerah, dan mekanisme pengelolaannya oleh pemerintah daerah sebagai solusi permasalahan backlog hunian di Indonesia. Serta pengendalian penghunian perumahan melalui pendataan terhadap rumah-rumah terlantar termasuk rumah-rumah MBR yang tidak ditempati.
i. Perlu diberikan penambahan pengaturan sanksi terhadap setiap orang yang tidak melaksanakan kewajiban dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan perumahan, pejabat pemerintah yang menyalahgunakan kewenangannya dalam hal pemanfaatan perumahan dan kawasan permukiman, dan pengembang yang tidak memenuhi bahan bangunan sesuai SNI.
2. ASPEK STRUKTUR HUKUM/KELEMBAGAAN
a. Perlu dorongan kepada daerah untuk menerbitkan peraturan daerah RP3KP sehingga perencanaan dan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman di daerah dapat memberikan kepastian hukum terkait pembangunan perumahan dan kawasan permukiman yang sesuai dengan RTRW nasional, RTRW provinsi, dan RTRW kabupaten/kota.
b. Perlu adanya peningkatan peran aktif pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam hal meningkatkan kemutakhiran aplikasi sistem OSS yang sudah berjalan saat ini serta melakukan pengendalian dan pengawasan dalam hal pemenuhan syarat dan standar dalam penerbitan izin, sertifikasi dan/atau lisensi oleh pelaku usaha agar kemudahan perolehan rumah bagi MBR dapat tercapai.
c. Perlu adanya sinergitas dan komitmen yang baik antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam melakukan pencegahan dan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman kumuh, serta memberikan reward and punishment bagi pemerintah daerah setempat dalam hal mengatasi permukiman kumuh agar dapat memacu pemerintah daerah untuk meningkatkan dan melakukan inovasi dalam penanganan terhadap kawasan kumuh tersebut.
d. Perlu dilakukan pengendalian dan pengawasan oleh pemerintah daerah terhadap penataan zonasi rumah susun dalam hal pembangunan rumah susun umum di daerah yang harus sesuai dengan berdasarkan rencana tata ruang wilayah, pengendalian dan pengawasan dari pemerintah terhadap pemanfaatan dan kepemilikan rumah susun oleh MBR, konsistensi pelaksanaan pembangunan rumah susun sesuai peruntukkannya, dan pelibatan masyarakat dari awal rencana pembangunan rumah susun.
e. Perlu dilakukan peningkatan peran aktif pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam melakukan pengawasan terhadap orang atau badan hukum yang akan membangunan suatu perumahan agar dapat memastikan bahan dan standar konstuksi yang mereka gunakan untuk membangun suatu bangunan telah memenuhi persyaratan SNI, penegakan pemberian sanksi kepada para pelanggar, dan melakukan sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman masyarakat akan pentingnya menggunakan standar SNI dalam pembangunan perumahan.
f. Sebagai solusi dari permasalahan terbatasnya ketersediaan tanah/lahan bagi perumahan dan kawasan permukiman:
1) Perlu dilakukan peningkatan pelaksanaan konsolidasi tanah agar penataan tanah/lahan di kota-kota besar dapat terwujud dengan baik; dan
2) Peningkatan optimalisasi Bank Tanah guna memberikan kepastian terhadap ketersediaan tanah untuk pembangunan perumahan serta alat pengendalian harga tanah dipasaran.
g. Terhadap pembentukan BP3, perlu dilakukan:
1) Pembentukan skema kerja BP3 yang dapat mendorong sektor perumahan khususnya dari sisi pasokan yang saat ini masih terdapat gap atau kondisi tidak seimbang yang cukup besar dengan sisi permintaan (demand) dan membantu pemenuhan sektor perumahan khususnya pada segmen MBR;
2) Pemberian kepastian tidak ada tumpang tindih tugas dan fungsi antara BP3 dengan pemangku kepentingan penyelenggara perumahan dan kawasan permukiman yang sudah ada; dan
3) Penetapan peraturan menteri yang diamanatkan mengatur ketentuan mengenai mekanisme tata hubungan kerja dan pelaksanaan sebagian tugas dan fungsi BP3 di daerah provinsi oleh unit pelaksana teknis.
3. ASPEK SARANA DAN PRASARANA
a. Perlu adanya pengintegrasian data melalui Big Data perumahan dan kawasan permukiman sebagai basis data dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah.
b. Perlu ditetapkan peraturan daerah terkait penyerahan PSU kepada pemerintah daerah, penegakan pemberian sanksi terhadap pelanggaran perencanaan dan pembangunan PSU yang tidak memenuhi standar persyaratan administratif, teknis, dan ekologis, serta pengendalian berupa pengawasan oleh pemerintah daerah dan/atau pemerintah pusat juga perlu ditingkatkan terhadap pembangunan PSU yang dilaksanakan oleh pengembang.
4. ASPEK PENDANAAN DAN PEMBIAYAAN
a. Perlu peningkatan penggunaan sumber dana lain untuk penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman antara lain pemanfaatan creative financing, pemanfaatan KPBU dalam pembangunan perumahan, sumber dana dari BAZNAS, CSR, dana desa, dan dana lain yang pro rakyat.
b. Perlu perbaikan dalam hal fleksibilitas regulasi pembiayaan perumahan agar percepatan pengadaan dan perolehan perumahan oleh MBR dapat terwujud secara progresif, antara lain melalui pelibatan masyarakat di setiap tahap perencanaan strategi pembiayaan perumahan, memudahkan peraturan dan prosedur dan memaksimalkan kelonggaran dalam hal peraturan dan birokrasi pada lembaga pembiayaan, serta meningkatkan penggunaan tabungan perumahan masyarakat dan koperasi masyarakat sebagai lembaga pembiayaan yang pro masyarakat.
5. ASPEK BUDAYA HUKUM
a. Perlu dibentuk Forum PKP di daerah sebagai wadah peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman, serta meningkatkan sinergitas antara Forum PKP dan Pokja PKP guna memberikan efektivitas peran serta masyarakat.
b. Perlu dilakukan peningkatan sosialisasi oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah mengenai aturan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman dalam peraturan perundang-undangan serta program pemerintah yang meliputi bantuan atau kemudahan pembiayaan bagi MBR.