Kajian APBN
Perancangan Undang-Undang
Pemantauan Undang-Undang
Penelitian
Akuntabilitas APBN

Produk Badan Keahlian,
Semua Dalam Satu Tempat

Temukan berbagai publikasi dokumen dari Badan Keahlian DPR RI mengenai Laporan Kerja, APBN, Rancangan UU, Jurnal dan lainnya.

Perancangan Undang-Undang

Potensi dan Tantangan Optimalisasi PNBP Bidang Spektrum Frekuensi Radio dalam Era Transformasi Digital
Potensi dan Tantangan Optimalisasi PNBP Bidang Spektrum Frekuensi Radio dalam Era Transformasi Digital
Tanggal
2021-09-07
Penulis
1889 1989

Terjadinya pandemi Covid-19 selama satu tahun terakhir telah mendorong kebutuhan transformasi digital menjadi semakin krusial. Aktivitas sosial dan pelayanan publik yang sebelumnya dilakukan secara langsung dan manual, kini dipaksa untuk beralih pada teknologi digital dan online dalam pelaksanaannya. Transformasi digital diyakini dapat membawa angin segar bagi potensi penerimaan negara yang ikut terkerek akibat perkembangan teknologi dan layanan TIK yang semakin baik. Termasuk di dalamnya yaitu potensi peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Kemenkominfo. PNBP yang dipungut oleh Kemenkominfo memiliki porsi yang besar dan strategis dalam struktur APBN, khususnya di pos PNBP Lainnya. Kemenkominfo menjadi salah satu penyumbang PNBP terbesar dibanding Kementerian/Lembaga lainnya, yaitu sebesar Rp25,54 triliun. Dari total PNBP tersebut, sebesar 82% atau Rp20,9 triliun disumbang dari hasil pengelolaan frekuensi (PNBP yang berasal dari BHP Frekuensi, sertifikasi perangkat telekomunikasi, dan sertifikasi operator radio). Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan frekuensi memiliki peran yang sangat vital terhadap kinerja PNBP Kemenkominfo selama ini. Spektrum frekuensi radio merupakan sumber daya alam yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan jaringan telekomunikasi, penyelenggaraan telekomunikasi khusus, penyelenggaraan penyiaran, navigasi dan keselamatan, Amatir Radio dan KRAP, serta sistem peringatan dini bencana alam. Penataan dan pengelolaan SFR menjadi salah satu tugas penting bagi pemerintah. Realisasi PNBP pengelolaan spektrum frekuensi ditopang oleh BHP Frekuensi, yaitu sebesar Rp20,7 triliun atau 99% dari total PNBP Ditjen SDPPI sebesar Rp20,9 triliun pada Tahun 2020. Namun, ada beberapa tantangan yang harus dihadapi pemerintah dalam upaya optimalisasi pengelolaan spektrum frekuensi radio di Indonesia. Diantaranya yaitu : penyalahgunaan penggunaan frekuensi dan perangkat telekomunikasi, belum terpenuhinya kebutuhan spektrum frekuensi mobile broadband di Indonesia, dan masih adanya Piutang PNBP yang belum dibayarkan. Pemerintah perlu secara berkelanjutan memberikan sosialisasi masif kepada masyarakat mengenai dampak penggunaan spektrum frekuensi radio serta perangkat telekomunikasi yang ilegal, mengupayakan percepatan program analog switch off (ASO) serta mengoptimalkan penggunaan pita frekuensi 2600MHz. Selain itu pemerintah juga perlu mencari formula yang ideal agar harga lelang frekuensi 5G tidak terlalu mahal.
Tantangan Penguatan Keamanan Siber dalam Menjaga Stabilitas Keamanan
Tantangan Penguatan Keamanan Siber dalam Menjaga Stabilitas Keamanan
Tanggal
2021-09-07
Penulis
1843 1815

Saat ini Teknologi Informasi Dan Komunikasi (TIK) menjadi bagian tak terpisahkan dari segala aspek kehidupan masyarakat, baik dalam aspek kehidupan. Pertumbuhan TIK di Indonesia berkembang cukup pesat, terutama terkait penggunaan internet. Berdasarkan hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) periode 2019-kuartal 1/2020, bahwa jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 196,7 juta jiwa, atau sebesar 73,7% hingga kuartal II 2020. Namun peningkatan penggunaan internet juga meningkatkan ancaman keamanan siber. Peningkatan lalu lintas internet telah menarik pelaku-pelaku kriminal siber dan berakibat pada banyaknya kasus serangan siber di Indonesia. BSSN mencatat serangan siber tahun 2020 angka mencapai angka 495,3 juta atau meningkat 41 persen dari tahun sebelumnya 2019 yang sebesar 290,3 juta. Bareskrim juga menyampaikan adanya peningkatan laporan kejahatan siber. Dimana Pada tahun 2019 terdapat 4.586 laporan polisi diajukan melalui Patrolisiber meningkat dari tahun sebelumnya 4.360 laporan pada 2018 (Patrolisiber, 2020). Sejalan dengan hal tersebut keamanan siber menjadi isu prioritas di Indonesia. Untuk itu tulisan ini akan membahas bagaimana kondisi keamanan siber di Indonesia, maupun tantangan dalam penguatan keamanan siber itu sendiri. Dalam upaya meminimalisir dan mengatasi ancaman siber diperlukan penguatan keamanan siber, dimana tingkat urgensi keamanan siber berbanding lurus dengan tingkat ketergantungan pemanfaatan di ruang siber. Pengamanan ruang siber di Indonesia masih menghadapi beberapa tantangan, antara lain minimnya dukungan anggaran, rendahnya kesadaran masyarakat akan keamanan siber, belum adanya regulasi dan kebijakan bagi keamanan siber, minimnya kompetensi SDM, terbatasnya pengembangan teknologi keamanan siber domestik, serta belum adanya regulasi yang mengatur tentang penanganan tindak pidana siber. Guna meningkatkan keamanan siber di Indonesia, maka perlu adanya: Pertama, Dukungan melalui peningkatan anggaran dibutuhkan dalam upaya penguatan keamanan siber dan penanganan tindak pidana siber. Kedua, edukasi keamanan siber sejak dini guna membangun kesadaran keamanan dari pengguna internet atau ruang siber. Ketiga, percepatan pengaturan regulasi sehubungan dengan keamanan siber. Keempat, perlunya dukungan dari Universitas dalam melahirkan SDM yang unggul dan berkompetensi khususnya dalam bidang siber. Kelima, perlu adanya insentif bagi start up dalam bidang keamanan siber sebagai upaya mendorong lahirnya perangkat teknologi dalam negeri. Keenam, sinergitas antar Kepolisian dan Kominfo perlu ditingkatkan guna menangani tindak pidana siber yang terus mengalami peningkatan.
Transformasi Balai Latihan Kerja Demi Signifikansi Efektivitas Penyerapan Tenaga Kerja di Era Industri 4.0
Transformasi Balai Latihan Kerja Demi Signifikansi Efektivitas Penyerapan Tenaga Kerja di Era Industri 4.0
Tanggal
2021-09-07
Penulis
1832

Kondisi angkatan kerja yang kurang terampil diharapkan diatasi dengan hadirnya BLK yang memberikan pelatihan bagi angkatan kerja Indonesia dengan periode yang relatif singkat dan materi pelatihan yang disesuaikan dengan kebutuhan dunia industri. Namun, Lembaga Demografi UI dengan Kemnaker melakukan studi untuk mengklasifikasikan kondisi BLK pemerintah berdasarkan Indeks kredibilitas & kebekerjaan lulusan pada tahun 2020. Studi tersebut memetakan 266 BLK pemerintah baik itu UPTP maupun UPTD. Dari hasil tersebut diketahui bahwa dari 266 BLK terdapat 62 BLK (27,4 persen) tergolong mapan; 110 BLK (48,7 persen) tergolong potensial berkembang; 35 BLK (15,5 persen) tergolong potensial tetapi terkendala; 59 BLK (26,1 persen) tergolong tidak/kurang potensial. Kondisi BLK saat ini yang masih belum ideal ini memerlukan sebuah treatment agar dapat mencapai kondisi ideal, sehingga BLK dapat menjalankan peran dan fungsinya, terutama untuk mendukung penyelenggaraan pelatihan vokasi. Transformasi BLK diarahkan agar BLK menjadi pusat layanan terintegrasi pelayanan pasar kerja, pelatihan vokasi, penempatan kerja, dukungan bisnis, dengan sistem one stop visit under the one roof. Maksud dari Penyelenggaraan transformasi BLK adalah untuk reposisi dan refungsionalisasi BLK secara terstruktur, sistematis dan masif, sehingga BLK dapat menyelenggarakan fungsinya dengan baik dan tepat guna mendukung pelaksanaan kebijakan dan strategi pengembangan pelatihan vokasi nasional. Target output transformasi BLK ini diantaranya a) minimal 40 BLK UPTP tersebar di 34 provinsi yang mampu menjadi penggerak BLK binaan di bawahnya (BLK UPTD provinsi/kabupaten/kota) dalam menjalankan pelatihan kompetensi bagi tenaga kerja secara optimal. BLK tersebut juga memiliki kios 3in1 yang berfungsi sebagai bursa kerja khusus atau penghubung antara pencari kerja lulusan BLK dengan pasar kerja; b) BLK yang ada mampu melahirkan lulusan pelatihan yang memiliki keahlian tidak hanya operator saja namun juga teknisi/ahli/KKNI sebanyak 3.600 orang/tahun; c) BLK tersebut juga mampu memberikan pelatihan blended/hybrid pada 18.000 orang/tahun dan pelatihan online 50.000 orang/tahun; d) dalam BLK tersebut terdapat 4.000 instruktur bersertifikasi e- metodologi; 4.000 asesor kompetensi untuk melaksanakan e-assessment; dan 400 pengantar kerja/petugas antar kerja yang siap mengakomodir hubungan pencari kerja lulusan BLK dalam mengakses informasi pasar kerja; e) diantara seluruh BLK yang tersebar di semua provinsi tersebut terdapat setidaknya 260 BLK UPTP dan UPTD terakreditasi oleh LA-LPK yang berkapasitas pelatihan menjadi setidaknya 500.000 peserta/tahun dan 25 BLK diantaranya menerapkan konsep ramah difabel, serta setidaknya 120 BLK memiliki sertifikat ISO 9001 : 2015; f) BLK yang ada mengadakan pilot project skills festival & competition di seluruh provinsi untuk memamerkan keahlian lulusannya; dan g) dalam menjalankan pelatihan, BLK nanti mampu meluluskan 167.888 orang dimana 95 persen-nya bersertifikasi, 65 persennya ditempatkan di industri. Target ini masih dirasa jauh untuk mengurangi jumlah pengangguran Indonesia yang saat ini berjumlah 8,75 juta orang (data Februari 2021; BPS, 2021). Proses untuk memberikan pelatihan kompetensi yang optimal tidaklah mudah, langkah-langkah transformasi BLK di atas memang diperlukan namun dampaknya baru akan terasa setelah setidaknya 5-10 tahun ke depan untuk menunjukkan dampak signifikan bagi pengurangan pengangguran. Belum lagi jika dihadapkan pada era disrupsi teknologi yang makin menggerus profesi atau keahlian yang kebanyakan diberikan pelatihannya di BLK. Adanya disrupsi teknologi tersebut perlu dipandang sebagai paksaan bagi BLK untuk mengubah cara konvensional dan menerapkan kemudahan teknologi dalam segala aspek operasinya.