Kajian APBN
Perancangan Undang-Undang
Pemantauan Undang-Undang
Penelitian
Akuntabilitas APBN

Produk Badan Keahlian,
Semua Dalam Satu Tempat

Temukan berbagai publikasi dokumen dari Badan Keahlian DPR RI mengenai Laporan Kerja, APBN, Rancangan UU, Jurnal dan lainnya.

Perancangan Undang-Undang

Subsidi Gas LPG Tabung 3 Kg
Subsidi Gas LPG Tabung 3 Kg
Tanggal
2020-11-30
Penulis
23000035

Kebijakan subsidi gas LPG 3 kg pada awalnya merupakan program peralihan penggunaan minyak tanah ke Liquefied Petroleum Gas (LPG) yang sudah dimulai sejak tahun 2007. Peralihan ini awalnya bertujuan untuk menekan angka subsidi minyak tanah serta meningkatkan pemanfaatan pemakaian energi yang bersih dan ramah lingkungan khususnya bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Dasar hukum pemanfaatan tersebut terdapat didalam Undang-Undang (UU) No. 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Peraturan Presiden (Perpres) No. 5/2006 tentang Kebijakan Energi Nasional, Perpres No. 104/2007 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga LPG Tabung 3 Kg, serta Peraturan Menteri ESDM No. 26/2009 tentang Penyediaan dan Pendistribusian LPG. Seiring perkembangan program peralihan tersebut, LPG 3 kg menjadi produk yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Beberapa permasalahan pun muncul akibat kebijakan subsidi tersebut diantaranya: pertama, permintaan LPG 3 kg yang terus meningkat berbanding lurus dengan harga LPG yang terus meningkat sehingga dikhawatirkan akan terus membebani APBN negara. Kedua, kelangkaan LPG yang terjadi karena meningkatnya permintaan terhadap subsidi LPG 3 kg. Ketiga, pemberian subsidi yang tidak tepat sasaran. Tidak tepat sasarannya subsidi LPG 3 kg disebabkan oleh tidak ada aturan yang diberikan pemerintah dalam pendistribusian gas LPG 3 kg sehingga banyak masyarakat mampu yang turut serta membeli karena harga LPG 3 kg yang murah apabila dibandingkan dengan tabung LPG yang lain. Keempat, permintaan LPG yang terus meningkat menyebabkan impor negara terhadap LPG terus meningkat setiap tahunnya baik untuk memenuhi kebutuhan subsidi ataupun non-subsidi yang juga akan berakibat membengkaknya belanja negara khususnya untuk memenuhi kuota subsidi LPG ukuran 3 kg.
Pengelolaan & Kebijakan Subsidi Solar Demi Terciptanya Subsidi Solar Tepat Sasaran
Pengelolaan & Kebijakan Subsidi Solar Demi Terciptanya Subsidi Solar Tepat Sasaran
Tanggal
2020-11-30
Penulis
23000020

Program subsidi diharapkan mampu mendorong peningkatan kesejahteraan serta memberikan perlindungan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Pemberian subsidi tersebut dialokasikan pada jenis barang tertentu (JBT) melalui APBN dengan tujuan agar masyarakat khususnya MBR mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dengan jumlah yang mencukupi dan harga yang terjangkau. Salah satu subsidi yang dialokasikan pemerintah dalam APBN adalah subsidi solar. Pemberian subsidi solar melalui APBN tersebut tidak terlepas dari perkembangan kebutuhan dasar masyarakat Indonesia akan bahan bakar minyak, terutama bagi masyarakat yang menjadikan BBM khususnya solar sebagai kebutuhan utama untuk menjalankan roda perekonomiannya setiap hari. Perlu diketahui bahwa kebutuhan masyarakat akan solar dalam beberapa tahun terakhir mengalami peningkatan cukup signifikan. Data BPH Migas menyatakan bahwa pada tahun 2011 realisasi konsumsi solar sebesar 14,4 juta kiloliter dan pada tahun 2019 jumlah konsumsi solar meningkat sehingga menjadi sebesar 16,2 juta kiloliter. Artinya terdapat peningkatan konsumsi solar sebesar 1,8 juta kiloliter dalam kurun waktu kurang lebih 9 tahun. Sehubungan dengan itu, meningkatnya kebutuhan solar tersebut juga berdampak pada nilai subsidi yang diberikan oleh pemerintah juga meningkat. Namun, apakah peningkatan besaran subsidi solar tersebut sudah dijalankan dengan efektif? Mengingat begitu pentingnya pengelolaan subsidi solar guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka perencanaan dan pelaksanaan program tersebut haruslah dilakukan seefektif mungkin, serta secara terus menerus melakukan perbaikan atau evaluasi sehingga pengelolaan belanja subsidi solar menjadi lebih efektif. Atas dasar tersebut, tulisan ini mencoba untuk mengkaji program pengelolaan Belanja Subsidi Solar sampai dengan saat ini dan upaya apa saja yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk menjawab masalah pengelolaan subsidi solar.
Tantangan & Perkembangan Kebijakan Anggaran Subsidi Pupuk
Tantangan & Perkembangan Kebijakan Anggaran Subsidi Pupuk
Tanggal
2020-11-30
Penulis
2089

Berdasarkan Nota Keuangan APBN Tahun 2020, komponen terbesar dalam subsidi non-energi adalah subsidi pupuk, dengan kontribusi rata rata sebesar 45,4 persen selama kurun waktu tahun 2015–2018. Dalam kurun waktu tahun 2015–2019, realisasi subsidi pupuk mengalami pertumbuhan rata-rata 4,3 persen per tahun dari semula sebesar Rp31.316,2 miliar pada tahun 2015 menjadi sebesar Rp37.101,6 miliar pada outlook APBN tahun 2019. Subsidi pupuk dalam outlook APBN tahun 2019 tersebut termasuk untuk penyelesaian kekurangan bayar tahun-tahun sebelumnya. Subsidi pupuk dalam APBN tahun 2020 dialokasikan sebesar Rp26.627,4 miliar untuk kebutuhan pupuk sebanyak 7,95 juta ton. Jumlah tersebut lebih rendah Rp10.474,2 miliar apabila dibandingkan dengan outlook APBN tahun 2019 sebesar Rp37.101,6 miliar yang di dalamnya termasuk komponen pembayaran kurang bayar tahun-tahun sebelumnya. Sejak tahun 2017, Pemerintah menerapkan kebijakan penebusan pupuk subsidi dengan menggunakan Kartu Tani secara bertahap. Saat ini, Pemerintah terus melakukan sosialisasi penggunaan Kartu Tani dalam penebusan pupuk bersubsidi secara nasional. Uji coba penggunaan Kartu Tani pertama kali dilakukan pada lima provinsi di Pulau Jawa yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Selanjutnya, pada tahun 2018, uji coba penggunaan Kartu Tani diperluas ke 10 provinsi yaitu Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Aceh, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Tengah. Pada tahun 2020, diharapkan penggunaan Kartu Tani dapat digunakan dalam penyaluran pupuk bersubsidi secara nasional. Selain itu, pemerintah terus melakukan penyempurnaan e-RDKK yang digunakan dalam proses penetapan dan penentuan penerima pupuk bersubsidi.