Kajian APBN
Perancangan Undang-Undang
Pemantauan Undang-Undang
Penelitian
Akuntabilitas APBN

Produk Badan Keahlian,
Semua Dalam Satu Tempat

Temukan berbagai publikasi dokumen dari Badan Keahlian DPR RI mengenai Laporan Kerja, APBN, Rancangan UU, Jurnal dan lainnya.

Perancangan Undang-Undang

DAK FISIK BIDANG KESEHATAN DALAM MENDUKUNG TARGET PENURUNAN  ANGKA KEMATIAN IBU DAN ANAK
DAK FISIK BIDANG KESEHATAN DALAM MENDUKUNG TARGET PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU DAN ANAK
Tanggal
2021-06-15
Penulis
1889 1843 2021

Pembangunan kesehatan merupakan investasi dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025, Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi menjadi indikator derajat kesehatan dan keberhasilan penyelenggaraan pembangunan Kesehatan. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 sudah menempatkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) menjadi indikator derajat kesehatan dan keberhasilan penyelenggaraan pembangunan Kesehatan. Selanjutnya AKI dan AKB selalu menjadi target dan sasaran pembangunan kesehatan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN), termasuk dalam RPJMN V (2020-2024). Kemudian diperkuat dalam Rancangan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2022 yang menempatkan AKI dan AKB dalam sasaran sistem kesehatan nasional 2022. Ini menunjukkan bahwa permasalahan kesehatan ibu dan anak yang ditunjukkan oleh indikator AKI dan AKB masih menjadi perhatian pemerintah. Berdasarkan hasil prediksi hingga 2030, jika tanpa adanya kebijakan extra ordinary maka nilai AKI dan AKB masih di atas target SDGs 2030. Selanjutnya dengan menggunakan uji beda rata-rata, diperoleh kesimpulan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada perubahan nilai AKI pada provinsi penerima DAK fisik penugasan dengan provinsi yang tidak menerima DAK fisik penugasan. Kemudian hasil grafik kuadran menunjukkan masih banyak daerah yang berada pada kuadran II dimana daerah dengan AKI dan AKB rendah memperoleh prioritas anggaran. Sebaliknya, ada daerah yang memiliki AKI dan AKB tinggi namun tidak memperoleh prioritas anggaran. Pemerintah perlu memberikan target penurunan AKI dan AKB kepada daerah untuk mendorong peningkatan peran pemerintah daerah. Selain itu, Pemerintah perlu memberikan prioritas bagi daerah-daerah yang masih memiliki nilai AKI dan AKB yang lebih tinggi dari rata-rata nasional. Hal tersebut guna mempercepat penurunan AKI dan AKB.
Tantangan Bantuan Sosial sebagai bagian Extraordinary  Policy Responses dalam Pemulihan Ekonomi Nasional
Tantangan Bantuan Sosial sebagai bagian Extraordinary Policy Responses dalam Pemulihan Ekonomi Nasional
Tanggal
2021-06-15
Penulis
1833 2089

Program bantuan sosial (bansos) melalui Kementerian Sosial dalam Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dimulai sejak maret tahun 2020 untuk menyasar masyarakat miskin dan rentan miskin yang terdampak covid-19. Pada tahun 2020, realisasi bansos mencapai Rp202,5 triliun atau setara 1,31 persen terhadap PDB. Peningkatan secara signifikan ini merupakan bentuk respons Pemerintah melalui program PEN untuk menekan dampak pandemi. Namun, Dalam pelaksanaannya, program bansos masih menghadapi berbagai tantangan yang berpotensi menurunkan efektivitas program. Tantangan utama pada program bansos adalah masih besarnya salah sasaran (targeting error), baik inclusion maupun exclusion error. Tantangan lainnya adalah perbaikan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan mengupayakan integrasi bansos yang tersebar diberbagai kementerian lembaga (K/L), korupsi serta ketidaktepatan besaran manfaat. Pandemi virus corona atau Covid-19 mendesak hampir seluruh negara di dunia untuk mengambil kebijakan-kebijakan luar biasa dalam rangka penyelamatan ekonomi yang terdampak pandemic (automatic stabilizer). Seberapa bijak pemerintah mengatasi tantangan ekonomi saat ini dan jangka panjang yang disebabkan oleh COVID-19 akan menjadi faktor penentu penting bagi kemakmuran generasi saat ini dan masa depan. Pada akhirnya pemerintahlah yang harus bertanggung jawab atas dampak jangka pendek dan jangka panjang dari kebijakan yang diadopsi. Karena prospek perjuangan melawan pandemi dan pertumbuhan ekonomi yang terus berlanjut, pemerintah terutama yang berada di pasar negara berkembang perlu mempertimbangkan bagaimana menghadapi tantangan jangka panjang ini. Agar kebijakan bansos lebih optimal dampaknya terhadap tujuan pemulihan ekonomi nasional, hal-hal yang perlu diperhatikan oleh pemerintah diantaranya: penyempurnaan baik di aspek, mekanisme ataupun skema kebijakan. Harmonisasi data, penyesuaian cakupan dan besaran manfaat, peningkatan ketepatan waktu penyaluran, dan penguatan koordinasi antar pemangku kepentingan. Mendorong program jaring pengaman memenuhi tiga kriteria efektivitas stimulus fiskal, yakni timely (tepat waktu karena dapat implementasinya segera, tanpa ada time lag); targeted (menyasar pada targetnya, kelompok miskin dan rentan,); dan temporary (berlaku temporer karena akan selesai seiring dengan pulihnya ekonomi). Percepatan pemutakhiran DTKS agar penetapan sasaran bansos sesuai fokus pada masyarakat dengan penghasilan 40 persen terendah dalam pemulihan ekonomi nasional dan meminimimalkan exclusion maupun inclusion error pada program-program yang sifatnya sementara sekalipun. Mekanisme pengawasan bantuan sosial yang lebih komprehensif agar tidak terjadi lagi korupsi ataupun inefisiensi lainnya.
Tinjauan Kritis Produksi Padi Nasional
Tinjauan Kritis Produksi Padi Nasional
Tanggal
2021-06-15
Penulis
1854 2034

Realisasi produksi beras pada tahun 2020 tidak mencapai target, yakni hanya 34,99 juta ton. Lebih mirisnya lagi, produksi tersebut juga mengalami penurunan dari tahun 2018 yang sebesar 37,90 juta ton. Penurunan tersebut tidak lain karena produksi padi mengalami penurunan dari 59,20 juta ton tahun 2018 menjadi 54,65 juta ton tahun 2020. Turunnya produksi ini disebabkan oleh turunnya luas panen dan produktivitas komoditas padi. Produktivitas ini juga merupakan salah satu faktor yang sangat memengaruhi tingkat kesejahteraan petani, khususnya tanaman pangan. NTPP tahun 2020 juga mengalami penurunan dibandingkan tahun 2018, dari 102,96 tahun 2018 menjadi 101,03 tahun 2020. Dalam kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal tahun 2022, NTP ditargetkan dikisaran 102-104, di mana target tersebut juga merupakan target dari NTPP. Untuk mencapai target tersebut, maka perlunya meningkatkan produktivitas padi nasional. Terdapat beberapa persoalan yang dihadapi dalam meningkatkan produksi padi. Permasalahan dalam faktor luas panen, di mana mengalami penurunan disebabkan oleh masih lemahnya implementasi UU No. 41 Tahun 2009 tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dan alih komoditi. Sedangkan produktivitas disebabkan SDM yang didominasi pendidikan dasar, produksi benih varietas unggul jauh lebih rendah dari kebutuhan dan produktivitas hasil penelitian produksi benih varietas unggul tahun 2020 sedikit lebih rendah dari 2019, masih kurang akuratnya pendataan RDKK, serta bantuan alsintan masih terfokus pada pra panen. Karena itu, upaya yang perlu dilakukan oleh pemerintah dalam memperhatikan faktor luas panen, yaitu pertama, penetapan luas lahan pertanian pangan berkelanjutan dalam RTRW oleh pemerintah daerah (pemda) harus menjadi salah satu syarat dalam pemberian Dana Insentif Daerah (DID). Kedua, bagi petani yang ikut PLP2B diberikan bantuan alat mesin pertanian pra panen dan pasca panen. Selain itu, pemerintah dalam peningkatan produktivitas pertanian perlu mengupayakan pertama, perlu peningkatan kualitas pendidikan non formal khusus pendidikan peningkatan produktivitas dengan peranan penyuluh dan Perguruan Tinggi. Kedua, meningkatkan kapasitas produksi dan biaya untuk penelitian benih varietas unggul. Ketiga, terkait dengan faktor pupuk, pemerintah perlu memperbaiki sistem RDKK dengan berbasis identitas penduduk dan perlunya peningkatan tenaga survei atas lahan yang diajukan harus kurang dari 2 ha. Keempat, pemberian bantuan alsintan pasca panen bagi kelompok yang sudah mendapatkan alsintan pra panen, sehingga alsitannya lengkap dari pra panen sampai pasca panen. Kelima, menyederhanakan proses administrasi dalam peminjaman alsintan dari Brigade alsintan, serta komponen biaya angkut perlu dialokasi dari pemerintah daerah maupun pemerintah pusat.